Google

Jumat, 25 Desember 2009

Sepakbola dan Cinta


Adanya sepakbola meniscayakan kehadiran suporter dan penonton. Hanya orang sinting kurang pergaulan yang menganggap sepakbola hanyalah sekadar pemain dan pelatih. Suporter adalah orang yang memiliki kedekatan emosional dengan klub atau timnas sepakbola tertentu. Sementara penonton adalah mereka yang menikmati sepakbola. Suporter sudah tentu penonton. Akan tetapi, penonton belum tentu suporter.

Suporter tidak cukup hanya diartikan pendukung. Mereka adalah ‘pasangan hidup’ dari suatu klub atau timnas tertentu. Mereka terikat karena adanya perasaan emosional, yaitu cinta. Jangan tanya bagaimana cinta mereka lahir. Sebab, anda akan menemukan banyak jawaban. Kalau dibilang cinta mereka lahir karena alasan primordial seperti suku dan ras, bisa jadi anda benar, namun juga salah. Klub sepakbola seperti Juventus tak hanya memiliki suporter orang Itali dan Eropa saja. Orang-orang yang hidupnya secara sosiologis dan geografis berbeda dan jauh dari kota kedua klub tersebut juga merasa ikut memiliki.


Contoh lain adalah Persija. Klub ibukota Indonesia, Jakarta, ini tidak hanya memiliki suporter dari suku Betawi dan orang Jakarta saja. Klub ini memiliki suporter dari berbagai suku dan ras. Jika anda kebetulan adalah pembaca fenomena sosial yang cakap, anda pasti tahu suporter mereka yang bernama The Jakmania. Kelompok ini merupakan organisasi suporter Persija satu-satunya. Tertawalah kalau anda tidak yakin kelompok suporter ini adalah organisasi yang memiliki struktur dan hirarki kepengurusan dengan pembagian wewenang layaknya organisasi modern.

Jika anda adalah seorang pembaca fenomena sosial yang cakap, tersenyumlah bahwa suporter memiliki kecakapan manajerial seperti itu. Kelompok ini memiliki puluhan ribu anggota mulai dari remaja tanggung sampai ibu-ibu rumah tangga. Anggotanya menyebar dari Utara Jakarta sampai di titik ujung wilayah Jabodetabek. Sudah pasti asal-usul anggotanya yang beragam itu memengaruhi sifat kelompoknya. Mereka berdiri di atas perbedaan kultural dan sosial. Inilah yang membuat The Jakmania sedikit lebih bersifat multikultur daripada kelompok suporter lain.

Sifat multikultur ini semakin kokoh dengan dukungan kota Jakarta sebagai ibukota Indonesia. Sebagai ibukota, Jakarta merupakan tempat orang-orang dari berbagai macam ras, suku, dan agama. Dalam sejarahnya, Jakarta memang sudah menjadi tempat pertemuan berbagai macam kultur ketika masih bernama Batavia. Bahkan, penduduk asli Jakarta, yang sejak abad ke-17 dinamakan orang Betawi, merupakan suku yang terbentuk dari berbagai macam kultur. Oleh karena itu, sesungguhnya, secara inheren, The Jakmania dengan anggotanya yang bersuku Betawi sudah multikultur tanpa adanya tambahan anggota dari suku lain.

Lalu apa yang membuat mereka dapat berdiri di atas perbedaan kultural itu? Jawabnya satu, cinta terhadap klub. Dan rasa cinta ini tidak hanya timbul karena tempat mereka dilahirkan atau karena mereka berdiam di Jakarta, atau juga karena mereka berasal dari suku Betawi, tetapi juga karena adanya proses, namun bisa saja tanpa proses alias secara tiba-tiba. Ketika dewa asmara memanah jantung manusia dengan panah cintanya, manusia dapat langsung jatuh cinta. Tidak hanya dengan sesama manusia, tetapi juga dengan sesuatu. Dan dewa asmara adalah sosok yang tidak bertanggung jawab.

Ia begitu saja meninggalkan orang yang tengah dimabuk asmara. Bagaimana orang tersebut nantinya, itu bukan urusan dewa asmara lagi. Begitulah yang terjadi juga dalam sepakbola. Orang yang sudah jatuh hati pada klub atau timnas tertentu akan selalu berusaha membuktikan cintanya pada mereka. Oleh karena itu, janganlah anda heran ketika pada akhir pekan anda melihat suporter Persija bergelantungan di pintu bus atau duduk di atap bus sampai harus berjudi dengan nyawa mereka. Jika anda ngedumel, anda jelas kurang gaul.

Itulah mungkin yang dinamakan cinta. Setiap orang mau melakukan apa saja untuk kekasihnya sampai maut pun rela dijual. Tapi, jelas, cinta dimanapun tak hanya soal berani mati. Ia juga soal bagaimana orang berani hidup. Nah, sepakbola dengan adanya kekalahan seharusnya dapat mengajarkan bagaimana manusia untuk tetap hidup dan menerima realisme nasib. Tapi, jelas ini bukan justifikasi tak berusaha karena sepakbola mengharuskan orang untuk lari jika ingin menang. Dengan demikian, pada dasarnya, sepakbola tak menghendaki adanya korban jiwa, sebab hidup dan berusaha itu jauh lebih penting sebagai pembuktian cinta daripada kematian.

Sumber : www.jakmania.org

Read more...

Sepak Bola dan Kungfu

Sepak bola kungfu di China.


Terinspirasi oleh film Shaolin Soccer, seorang warga di Cina, mendirikan sebuah sekolah yang khusus mengajarkan olahraga unik ini atau sepakbola kungfu.

Tak seperti pemain sepakbola pada umumnya, pemanasan yang dilakukan seperti layaknya belajar kungfu. Melompat, salto sambil menendang, ataupun berguling di atas tanah.

Para murid yang belajar di sini berusia 14-17 tahun. Mereka direkrut dari seluruh penjuru Cina dengan dua syarat penting yaitu menyukai sepakbola dan pandai beladiri.

Kong Debao, pemilik sekolah sepakbola kungfu mengaku membuka sekolah karena terinspirasi film shaolin soccer yang dibintangi oleh Stephen Chow.

Jatuh bangun selama dua tahun untuk mendirikan sekolah, Kong berharap suatu hari nanti sepakbola kungfu dapat menggairahkan iklim sepakbola di Cina yang kurang diminati oleh masyarakat.(JUM)

Sumber : sport.liputan6


Read more...

Followers

profil vidha

Banjarnegara , I am a person who wants to be useful for others , always thanxz to God for what is given , and always to positive thinking about what happened. , ways of thinking determine the behavior .. , e-mail: arnanda.vidha@yahoo.com

  ©Template by Dicas Blogger.